Sabtu, 27 Mei 2023

PENDIDIKAN BUKAN HANYA ALAT UNTUK MEMPERKAYA DIRI

 Melihat fenomena saat ini di jejaring sosial media terlalu banyak distraksi yang diluar kendali diri kita dalam mencapai suatu pencapaian atau tujuan orang lain dengan memiliki pekerjaan yang mampu memberikan gaji sampai 2-3 digit tiap bulannya. Terbukti dari sebuah video yang beredar di sosial media, dalam konten tersebut seseorang terlihat mewawancarai beberapa orang “bekerja dimana? lulusan mana? penghasilan berapa? kerja sebagai apa?” Sehingga banyak komentar dari netizen baik positif maupun negatif, ada yang insecure gara gara tidak memiliki gaji yang tinggi, ada juga yang ingin mengambil jurusan tertentu supaya bisa mendapatkan gaji yang ia harapkan, dan akhirnya itu menjadi sesuatu yang berada diluar kendali kita ‘oh, ternyata pendidikan bisa menjadi kaya raya yaa.’ Lalu bagaimana dengan nasib mahasiswa yang mengambil jurusan yang output nya sebagai guru honorer? Apa bisa?

       Atau masih ingatkah anda dengan isi cuitan instastory yang viral di media sosial dari seorang mahasiswa freshgraduate dari lulusan kampus ternama di Indonesia yang menolak sebuah pekerjaan karena merasa keberatan dengan tawaran gaji sebesar 8juta. Dan banyak komentar dari netizen dengan membandingkan gaji pertama mereka, ada yang menyayangkan karena menolak gaji sebesar 8juta, lalu ada yang memberikan komentar yang julid karena sok-sokan. Dan banyak sekali komentar dari netizen yang subjektif.

       Dan saya sadari dari kasus tersebut, bahwa adanya mindset yang terbangun mengenai pendidikan yang dilihat dari besarnya gaji yang diterima. Mungkin semakin besar gaji maka semakin tidak sia sia pendidikan yang telah ditempuh. Atau mungkin jika harga dari pendidikan yang telah ditempuh tidak sesuai dengan persepsi di kalangan masyarakat, apakah akan muncul sikap sinisme berupa sia sia nya waktu yang telah digunakan untuk mengeyam pendidikan karena gaji tak sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan?
       Jika paradigma dan persepsi yang dibangun oleh masyarakat  adalah demikian, maka masyarakat akan berlomba lomba memasuki sekolah atau perguruan tinggi bergengsi, demi mendapatkan lembar ijazah dan gelar lalu bekerja dengan standar prestige yang tinggi tanpa rasa peduli dan empati terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat. Dan sepertinya ini menjadi sesuatu hal yang wajar. Akhirnya orientasi dari pendidikan masa kini, hanya berfokus pada lulus dari perguruan tinggi bergengsi, lalu mendapatkan pekerjaan yang bergengsi juga. Padahal jika ditinjau lebih jauh lagi mengenai tujuan dibangun dan diperjuangkannya pendidikan kala itu bukanlah sebatas memenuhi sandang, pangan dan papan secara pribadi.



       Sehingga saya membuat artikel ini sebagai tamparan diri agar mencegah dari paradigma tersebut. Bagaimanapun pendidikan pada dasarnya adalah proses tranformasi pengetahuan menuju arah perbaikan, penguatan dan penyempurnaan semua potensi. Pendidikan tidak hanya berfokus pada nilai tanpa adanya moral dan pengembangan kualitas dalam diri. Bahwa substansi menempuh pendidikan bukan hanya untuk memperkaya kognisi, tanpa tujuan implementasi. Pendidikan juga tidak dibatasi oleh ruang dan gedung yang mewah ataupun terkenalnya suatu almamater. Begitu juga dengan harga sebuah pendidikan yang tidak hanya dilihat dari berapa rupiah yang diterima pasca selesainya masa pendidikan, tetapi bagaimana kebermaknaan sosial yang dapat dirasakan oleh masyarakat luas dari hasil proses menjalani pendidikan.
       Dalam menempuh pendidikan harus kita tanamkan motif awal dengan tujuan mendapatkan skill untuk implementasi pemecahan masalah masalah yang ada di masyarakat sekitar, maka segala bentuk kemorosotan dalam dunia pendidikan pun dapat dihindari. Termasuk dengan menjadikan jalur pendidikan untuk memperkaya diri dan sanak famili. Motif ini dilakukan dengan penguasaan pengendalian diri kita yang dimana akan senantiasa aktif dengan melakukan pertimbangan secara rasional dengan permasalahan yang diluar kendali diri kita, memahami juga setiap konsekuensi dari keputusan yang diambil, dan memahami bahwa kehidupan dunia yang penuh dengan kenikmatan juga hanyalah sementara. Apalagi kekayaan yang sudah kita cari bisa saja lenyap dalam sekejap.

       Berusaha dengan keras untuk mencapai sesuatu memanglah suatu kewajiban sebagai manusia. Tapi, apa yang akan kamu dapatkan nanti bukan lagi sesuatu yang bisa kamu kendalikan. Kamu hanya bisa mengendalikan pikiran dan tindakanmu, yakni dengan tidak banyak berekspektasi, tidak perlu overthinking, memaksimalkan upaya, dan menerima realita yang seharusnya. Jadi tanamkan dalam diri bahwa orientasi pendidikan ialah untuk melakukan suatu perubahan di suatu masyarakat

 

“Pendidikan itu bukan sebuah produk seperti gelar, diploma, pekerjaan, atau uang yang dihasilkan; pendidikan itu suatu proses yang tak akan pernah berakhir."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar